Berbagilah Dengan Sesama Tanpa Mengharapkan Apapun

Wednesday, February 3, 2021

Perbandingan Efikasi Vaksin COVID-19, Sinovac hingga Sputnik V

Sampai saat ini, para ilmuwan masih berlomba-lomba untuk menghasilkan vaksin COVID-19 yang efektif mencegah penularan virus Corona. Bahkan beberapa di antaranya sudah menunjukkan efektivitas lebih dari 90 persen.

Namun, seperti vaksin pada umumnya, vaksin COVID-19 ini juga melaporkan adanya efek samping yang dirasakan relawan saat mendapatkan suntikan uji coba. Mulai dari nyeri hingga demam.
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut perbandingan efektivitas dari beberapa kandidat vaksin COVID-19.

1. Pfizer- BioNTech
Vaksin buatan Pfizer dan BioNTech yaitu BNT162b2 diklaim 90 persen efektif. Seperti yang lainnya, vaksin ini juga menunjukkan adanya efek samping pada relawannya.

Beberapa orang dari total relawan sebanyak 43.500 ini mengalami efek samping seperti sakit kepala dan nyeri otot pada suntikan pertama. Relawan asal Austin, Texas, Glenn Deshields (44) mengatakan merasa 'pengar yang parah' dan rasa seperti mabuk, meski hilang dengan cepat.

2. Moderna
Salah satu vaksin COVID-19 lainnya yaitu yang dikembangkan oleh Moderna juga disebut menjadi kandidat yang potensial untuk menangkal penularan Corona. Ini karena vaksin tersebut memiliki efikasi sebesar 94,5 persen, menjanjikan, dan diklaim menimbulkan efek samping yang ringan.

3. Oxford-AstraZeneca
Dari situs penelitian ilmiah Lancet, dilaporkan efikasi dari Astrazeneca mencapai 70 persen. Angka ini didapatkan dari uji klinis tahap tiga di Brasil dan Inggris.

Angka efikasi tersebut didapat dari penggabungan data kelompok orang yang divaksinasi dengan dosis tepat, dan dosis yang keliru. Jika hanya menggunakan data kelompok dosis yang tepat, ditemukan efikasi sebesar 64 persen.

Meski lebih rendah, vaksin Astrazeneca telah mencapai standar efikasi minimal vaksin Covid-19 yaitu 50 persen. Vaksin Astrazeneca juga tidak perlu disimpan dalam suhu -80 derajat seperti vaksin Covid-19 Pfizer.

4. Johnson & Johnson
Pada Jumat (29/1/2021), Johnson & Johnson mengatakan satu suntikan vaksinnya memiliki kemanjuran 66 persen, dilihat dari uji coba skala besar yang mencakup tiga benua. Di AS, kemanjuran vaksin mencapai 72 persen, tetapi hanya 57 persen di Afrika Selatan. Sebanyak 95 persen kasus virus Corona yang ditemukan dalam uji coba adalah varian baru asal Afrika Selatan.

Terlepas dari varian baru, para ahli mengatakan bahwa vaksin yang ada masih berharga dalam perang melawan virus corona. Vaksin Johnson & Johnson 89 persen efektif dalam mencegah penyakit parah di Afrika Selatan.

"Pada akhirnya adalah menghentikan kematian, menghentikan rumah sakit agar tidak mengalami krisis dan semua vaksin ini, bahkan termasuk terhadap varian Afrika Selatan, tampaknya melakukan itu secara substansial," kata Dr Amesh Adalja, ahli penyakit menular di Johns Hopkins Pusat Keamanan Kesehatan.

5. Sputnik V
Hasil uji klinis fase 3 vaksin COVID-19 buatan Rusia, Sputnik V, menunjukkan efikasi sebesar 91,6 persen dalam melawan gejala COVID-19 dan 100 persen melawan penyakit parah dan sedang. Temuan analisis sementara hasil uji coba fase 3 ini diterbitkan dalam jurnal The Lancet, Selasa (2/2/2021).

Hasil uji klinis ini didasarkan pada data yang dikumpulkan dari 19.866 peserta. Sekitar tiga perempat (14.964) menerima dua dosis vaksin dan seperempat (4.902) diberi plasebo.

Sekitar 21 hari setelah pemberian dosis pertama, sebanyak 16 kasus gejala COVID-19 ditemukan dalam kelompok vaksin. Lalu 62 kasus ditemukan pada kelompok plasebo, hal tersebut setara dengan efektivitas vaksin yang mencapai 91,6 persen.

Uji coba tersebut melibatkan 2.144 orang yang berusia di atas 60 tahun dan sub-analisis yang dilakukan pada kelompok ini mengungkapkan bahwa vaksin tersebut dapat ditoleransi dengan baik dan memiliki kemanjuran yang setara 91,8 persen.

6. Sinovac Biotech
Dari uji klinis yang dilakukan di Bandung, Jawa Barat, tim peneliti mendapatkan efikasi sebesar 65,3 persen. Penghitungan efficacy rate dari uji klinis di Bandung dengan subjek 1.600, dengan interim analisis sesuai dengan penghitungan statistik kita menargetkan 25 kasus terinfeksi.

Uji klinis juga dilakukan di Brasil dengan nilai efikasi sebesar 50,4 persen. Sedangkan dalam uji klinis di Turki, efikasi vaksin asal China ini tercatat sebesar 91,25 persen.

Kenapa berbeda-beda? Ada banyak faktor, salah satunya kondisi para relawan uji klinis. Di Brasil misalnya, mayoritas relawan adalah tenaga kesehatan yang dalam keseharian memang lebih rentan terhadap paparan COVID-19, dibanding relawan uji klinis di Bandung yang latar belakangnya lebih beragam.

7. Novavax
Berdasarkan hasil analisis awal, vaksin Corona Novavax menunjukkan efikasi 89,3 persen melawan varian baru Corona Inggris. Hasil ini disampaikan pada Kamis (28/1/2021), berdasarkan data interim uji klinis yang dilakukan di Inggris.

Uji klinis vaksin yang dilakukan di Inggris melibatkan sebanyak 15.000 orang, yang berusia 18 hingga 84 tahun. Sekitar 27 persen dari relawan berusia di atas 65 tahun.

Seorang profesor mikrobiologi dan imunologi di Weill Cornell Medical College, New York, John Moore mengatakan bahwa data vaksin Novavax ini sudah setara dengan hasil dari vaksin Pfizer dan Moderna.
"Ini tidak berbeda secara statistik. Vaksin ini pada dasarnya bekerja dengan baik pada strain yang dominan menyebar di Inggris, yang berarti sama efektifnya di Amerika Serikat," kata Moore yang dikutip dari CNA, Jumat (29/1/2021).

Dikutip dari laman The Guardian, hasil uji klinis lain dari vaksin Novavax melaporkan bahwa hasil dari uji coba menunjukkan vaksinnya memiliki kemanjuran 50 persen secara keseluruhan dalam mencegah COVID-19 di antara orang-orang di Afrika Selatan, tempat ditemukannya varian baru yang kabarnya lebih menular.
Share:

Search This Blog

Categories

Blog Archive

Visitors

Flag Counter

Blog Archive